Jumat, 18 Maret 2011

Mahasiswi UGM Temukan Vaksin Flu Burung Organik dari Mahkota Dewa


Artina Prastiwi (22) mahasiswi Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Gadjah Mada (UGM)Yogyakarta berhasil menemukan vaksin penghambat virus H5N1 (flu burung). Vaksin itu bukan berasal dari bahan kimia, tapi organik atau herbal dari ekstrak buah Mahkota Dewa (Phaleria Macrocarpa).
“Ekstrak buah Mahkota Dewa itu mengandung senyawa saponin yang berfungsi untuk menghambat perkembangan virus flu burung,” ungkap Artina kepada wartawan di kampus UGM di Bulaksumur, Kamis (3/3/2011).
Menurut dia, ekstrak buah Mahkota Dewa mengandung senyawa saponin yang berfungsi untuk menghambat perkembangan virus flu burung. Senyawa itu dalam dosis yang tepat bisa menghambat virus mencapai 87 persen. Melalui beberapa kali penelitian, akhirnya ditemukan dosis yang tepat untuk menghambat virus tersebut secara efektif dalam diri unggas.
“Dari hasil penelitian saya, dosis yang tepat adalah 10 persen,” katanya.
Dia mengatakan kadar saponin yang dibutuhkan untuk menghambat perkembangan virus tersebut adalah 10 miugram/mililiter (ml). Vaksin yang digunakan untuk disuntikkan ke unggas sendiri hanya 0,2 ml. Pada penelitian pertama menggunakan telur ayam berembrio yang telah diberikan virus flu burung. Telur tersebut kemudian disuntik beberapa dosis ekstrak mahkota dewa.
Telur tersebut kemudian diinkubasi selama 35 hari, hasilnya embrio tidak mati, sehat dan tanpa bekas luka. Namun ketika konsentrasi dosis saponin di tingkatkan menjadi 15 hingga 20 persen semua embrio di telur  tersebut mati.
“Terjadi perdarahan di seluruh tubuh, terjadi kekerdilan dan cairan alantois keruh. Ini membuktikan kadar saponin yang digunakan harus tepat karena kalau kelebihan mengakibatkan keracunan. Bila kurang juga tidak mampu menghambat laju virus,” tandasnya.
Setelah melalui uji beberapa kali, Artina kemudian menguji pada unggas secara langsung dengan kadar 0,2 ml dalam satu dosis untuk unggas usia di bawah 21 hari dan ditambah menjadi 0,5 ml untuk unggas di atas usia 21 hari.
Menurutnya Untuk mendapatkan buah mahkota dewa juga sangat mudah karena banyak ditemukan di wilayah DIY dan Jawa Tengah. Untuk menghasilkan vaksin flu burung dalam satu dosis tersebut (0,2 ml) dibutuhkan kulit buah Mahkota Dewa sebanyak 3 gram untuk kemudian diekstrak menjadi vaksin.
“Ekstrak itu masih harus dicampur dengan pelarut agar bisa cepat terserap dalam tubuh unggas,” katanya.
Saat ini hasil penelitian Artina sudah didaftarkan untuk memperoleh hak atas kekayaan intelektual (HAKI). Berkat penemuannya ini mahasiswi angkatan 2007 ini berhasil meraih dua predikat sekaligus dana lomba penelitian yang dilakukan Masyarakat Ilmuwan dan Tehnologi Indonesia (MIPI) di Bogor, akhir Januari 2011 lalu. Dua predikat tersebut adalah juara satu lomba penelitian dan karya penelitian terbaik yang diselenggarakan MIPI.
Dia mengharapkan vaksin flu burung organik bisa diproduksi secara massal. Sebab, vaksin yang beredar saat ini selain mengandung bahan kimia yang juga memberikan efek samping negatif pada unggas harganya cukup mahal. Untuk 100 dosis vaksin flu burung yang beredar saat ini harganya bisa mencapai Rp 200 ribu. Tetapi untuk vaksin herbal ini bisa dijual dengan harga Rp 75 ribu untuk setiap 100 dosisnya.
“Saya masih akan terus mengembangkan penelitian ini. Hasil penelitian ini akan kami paparkan juga dalam pertemuan ilmiah di Thailand dan Jepang,” pungkas Artina.

Kamis, 17 Maret 2011

Beternak kalkun yuk...




Entah latah ato merasa tertantang, saya nyoba beternak kalkun. Akhir Desember 2010, saya beli 3 ekor kalkun umur 1 bulan. Kata penjualnya, jenis kelamin kalkunnya belum ketahuan jantan ato betinanya.

Selain bertanya ke penjualnya tentang cara pemeliharaannya, saya juga berselancar di dunia maya. Kalo menurut referensi dari situs tentang beternak kalkun, ternyata kalkun itu bukan hewan yang pintar. Maksudnya, kalkun itu waktu masih kecil ga tahu mana yang makanan mana yang bukan, meskipun kita dah kasih makanan dalam wadah. Jadi, waktu baru beli sempat ketar-ketir soalnya kalkunnya ga makan-makan. Alhasil, daripada mati, kalkun-kalkunnya saya suapin deh...


Sekarang kalkun saya dah hampir berumur 3,5 bulan. Kalo soal makan dah ga masalah, dah ngerti mana tempat makannya. Kadang-kadang kalkunnya saya umbar. Tapi hati-hati kalo ngumbar kalkun, jangan deket-deket ayam. Soalnya kalkun lebih rentan dari ayam, jadi penyakit dari ayam bisa menular ke kalkun.

Setelah membaca tulisan saya di atas, mungkin ada yang berpikir beternak kalkun itu susah. Sebetulnya tidak juga, yang penting pada saat kita memutuskan untuk beternak kalkun, kita dah siap dengan pengetahuan cara beternak kalkun dan mau melakukannya. Pertanyaan selanjutnya, gimana prospeknya? Kalo menurut saya, prospeknya masih bagus, karena belum banyak yang beternak kalkun untuk saat ini. Meskipun saya sendiri belum pernah menjual kalkun saya, tapi kalo saya perhatikan, yang banyak dicari itu anakan kalkun umur 1 bulan ato indukannya.

Semoga tulisan saya bermanfaat. Semoga sukses beternak kalkun.


Kabar terakhir, kalkun saya sekarang tinggal 2 ekor, yang satu mati karena sakit.